Minggu, 03 Februari 2013

Sesuatu di Kontrakan (part2)

Setelah malam itu saya banyak mempelajari hal baru, tidak hanya Mata Kuliah tapi juga hal-hal mistik. Kejadian malam itu mungkin cukup menorehkan memori yang mendalam bagi Lani, waktu itu Ronald mengatakan bahwa ia merasakan atau mungkin melihat sesosok White Lady di dekat pintu, lebih tepatnya di jendela sebelah pintu.

Ronald juga mengatakan bahawa bukti Makhluk itu berada di sekitar kita dapat diketahui apabila salah satu dinding terasa memanas dan mendingin sendiri. Saya mengakui memang malam itu agak dingin tapi begitu merasakan dinding tepat di sebelah jendela White Lady itu, tidak ada apa-apa. Hanya saja, kami yang di sana benar-benar tidak merasakan ketakutan yang berlebihan kecuali Lani yang sempat menjerit-jerit sampai menangis.
Tepat, setelah kejadian itu sebagian besar dari kami berpamit pulang. Malam itu Kelly berusaha menenangkan Lani agar tidak terlalu ketakutan. 

Suatu sore menjelang malam setelah praktek di Laboratorium, tersisa beberapa mahasiswa saja.
"Lan, gue pernah baca-baca di internet tentang beberapa hal ghaib," ujarku
"Maksudnya? Pasti mau nakut-nakutin Gue lagi, kan!!"
"Bukan, denger dulu. Jadi, gue bisa menyimpulkan kalo lu itu punya semacam kelebihan, dan itu kayaknya warisan dari keluarga lu dulu."
"Kelebihan, apa maksudnya? Kelebihan berat badan?"
"IYA!! Itu juga termasuk, tapi yang gue maksud adalah Khodam."
"Khodam?"


























Khodam yang saya ketahui adalah semacam jin pelindung, ia mungkin akan membantu keturunan dari si kontraktor, maksudnya orang yang menandatangi kontrak dengan Jin, Wallahu 'alam.
Dalam Agama Islam kami wajib mempercayai hal-hal yang ghaib namun dilarang keras untuk berhubungan dengan Bangsa Jin.

"Emang bener sih Ben, keluarga dari Pipi itu rada-rada misterius, kayak punya ilmu atau semacamnya."
"You said it, bisa jadi Lan."
"Tapi, Pipi itu selalu menyangkal hal-hal itu dengan kajian ilmiahnya, kan, jadi ngeselin."
"Then you should accept it."
"Maksudnya, Ben?"
"Lu harus menerima kalo lu mungkin bisa merasakan yang gak bisa orang lain rasakan."

Saat itu kami masih di koridor lab, kebetulan melewati sebuah lab bernama Lab Uji Bahan yang terlihat kosong tapi penuh dengan peralatan uji, seketika Lani terlihat mempercepat langkahnya keluar dari koridor lab.
Saya yakin ada sesuatu yang tidak bisa saya rasakan.

"Ben, lu gak ngedenger?"
"Ngedenger apa?"

Lani bercerita bahwa ia mendengar teriakan banyak orang dari dalam lab uji bahan. Saya sama sekali tidak mendengar apa-apa, mungkin memang tidak peka. Ia terus bertanya untuk meyakinkan saya tentang suara itu seolah-olah bisa saya dengar juga, tapi jujur saja tidak ada suara satu apapun yang saya dengar. Faktanya, waktu itu yang keluar terakhir dari koridor lab adalah kami berdua.

Akhirnya, malam singkat di lab itu saya lalui dengan memberi advice ke Lani untuk segera membiasakan diri, karena suatu hari dia juga akan memiliki keluarga dan anak. Tidak mungkin ia terus menjadi wanita penakut sementara sebagian besar anak kecil bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang dewasa.

Beberapa bulan setelah itu, perkuliahan berjalan normal, baik Saya, Ronald, maupun Lani sudah jarang membahasnya. Hingga musim belajar di kontrakan kembali dimulai, ini kejadian yang saya alami sendiri, mungkin hal ini terjadi karena perasaan penasaran saya akan hal itu masih terlalu besar. Sejumlah mahasiswa yang terdiri dari Rangga Si Pengikut, Lia Si Gadis Berambut Panjang, Anton Si Ketua Kelas, dan tentu saja kedua pemilik kontrakan masih asik mengerjakan tugas Konstruksi Jalan Raya dan Mekanika Tanah.

"Lia, kapan kita mau pulang?" 
"Bentar lagi, ben sedikit lagi sampe gambar gue selesai ya.."
"Okelah, kalo gitu gue juga curi waktu buat ngegambar sebisanya."

Saya dijadwalkan pulang bersama Lia naik motornya, karena sudah larut dan tidak mungkin Lia sendirian dan tidak mungkin juga saya jalan sendirian keluar dari Kukusan ini karena jarak menuju stasiun cukup jauh.

Saya mengambil gambar dan berusaha mencari tempat yang lega dan nyaman untuk mengerjakannya sambil menunggu Lia. Sebuah lahan yang cukup lapang di lantai ruang tengah saya tempati, seraya mengambil penggaris dan pensil dari tas saya mulai mengerjakannya.
Posisi saya tepat menghadap ke pintu luar itu, waktu itu saya melihat teras yang di seberangnya ada jalan dari conblock kemudian kontrakan tetangga, karena tempat ini berbentuk Cluster rasanya sangat kecil kemungkinan gangguan mistis terjadi.

Tapi, itu hanya sebuah opini. Sekilas saya memandang kembali pintu yang terbuka itu dan sekejap juga semua tubuh saya serasa dingin, semua bulu kuduk berdiri sembari berteriak,

"ANJIIIIIIIIIIIIIIIIIRRRR!!!"
semua menoleh ke arah saya,
"Kenapa Ben?" tanya Rangga,
"Lia, kita pulang sekarang."
"Loh, tapi gue belom selesai," jawabnya,
"Tapi kita harus pulang sekarang!"

"Emang lu liat apa Ben? Anton bertanya,
"Barusan, Gue liat di pintu itu ada sosok putih kayak kain melesat gitu aja, cepet. Begitu Gue nunduk Dia juga udah ilang."
"Sumpah Ben, demi apa Lu!!" kata Kelly, 
"Yaudah, Ben, kita pulang sekarang aja."

Saya dan Lia segera bergegas, tapi beberapa mahasiswa lain masih di sana dan tentu saja Lani sudah menangis-nangis tidak menerima kejadian yang baru saja saya ceritakan,
"Pokoknya gue gak terima Ben, lu cerita itu, gue baru aja bisa ngelupain semua kejadian yang gak wajar."
"Tapi, ini fakta, gue juga harus ngasih tau ke kalian semua, biar waspada. Emang gue mau ngeliat Dia? Gue juga enggak."
"Ya Ben, gak usah diceritain ke semua orang juga kali di sini, di tempatnya, udah tau Lani penakut," omel Kelly.

Beruntungnya, beberapa orang seperti Ranga dan Anton masih di sana sampai cukup larut malam sehingga Lani merasa lebih aman. Kami tidak berbohong, bahkan persis waktu Saya dan Lia keluar dari kontrakan kami sama-sama merasa diperhatikan seseorang dari jendela itu. Kata-kata terakhir yang saya ucapkan saat pulang,
"Lan, jangan lupa tutup pintu.."

Spooky sekali terdengarnya. Selama pulang menuju rumah sempat saya bercerita dengan Lia dan sama halnya dengan wanita lain ia juga ketakutan, ia juga mengatakan bahwa jika seandainya saya melihat sosok lain selama perjalanan pulang ada baiknya jangan pernah menceritakan itu ke Lia. 
"Lia, lu gak perlu takut kan lu sendiri kuntinya, hahaha."
"Ih, nyebelin."

Saya masih sedikit shock sampai rumah, karena yang saya bayangkan adalah wanita berambut panjang dengan pakaian putih terusannya berdiri atau mungkin melayang tepat di jendela itu mengawasi dengan matanya yang besar, baik setiap detik kami belajar, bergurau, makan bersama, bahkan saat kami tertidur di ruang tengah. Atau mungkin dia juga ikut tertawa saat kami tertawa.
HIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII..................................................



































Setelah hampir semua mahasiswa pulang ke rumah masing-masing dan Kelly sudah tertidur pulas di kamarnya, tinggal Anton bersama Lani di ruang tengah. Malam sudah terlewati hingga bisa dikatakan hari itu adalah keesokan harinya. Anton pamit untuk pulang dengan sepedanya, entah mengapa anak ini sama sekali tidak khawatir akan bertemu hal aneh selama perjalanan pulangnya.

Lani terpaksa menjadi orang terakhir yang akan menutup pintu. Tanpa suatu sebab lampu di teras tidak menyala. Hawa dingin kembali menusuk, tapi sangatlah amat tidak mungkin pintu itu dibiarkan terbuka semalaman, sehingga dengan susah payah ia mengumpulkan sisa keberanianya untuk menutup pintu dengan 2 daun tersebut.

Ia menutup mata dan dengan cepat berlari ke depan pintu mendorongnya dari kiri dan kanan, hingga tertutup. Tapi, ia lupa kuncinya. Kembali berlari ke kamarnya mengambil kunci yang tergantung, lalu berjalan menuju ruang tengah dan terlihatlah.....






















Pintu itu masih tertutup rapat. Ia menghampiri pintunya dan mengkuncinya asal-asal, setelah 2 bunyi khas kunci terdengar ia segera melompat menuju kamarnya yang aman, menutup pintunya keras-keras dan tertidur di balik selimutnya.

Malam yang panjang baginya, beberapa saat dia tertidur namun sesaat kemudian ia terbangun lagi. Jam dinding terdengar lebih keras dari biasanya, meskipun lampu masih menyala tapi ketakutannya tidak pernah padam. 

Menjelang fajar ia kembali tertidur.



Tidak lama keesokan harinya tiba, Lani membuka matanya, ia melihat pemandangan yang biasa di kamarnya yang terang tapi ada satu hal yang salah.

Lani tidak bisa menggerakkan tubuhnya, dalam hati ia berkata,
"Jangan-jangan ini EREP-EREP?"
seketika itu juga ia berteriak tapi tidak ada satu orangpun yang mendengarnya.



Sesosok putih menampakkan wujudnya tepat di depan pintu kamar dengan gerakannya yang khas tanpa gravitasi. Tak ada yang bisa ia lakukan selain terpaku di kasurnya berusaha bergerak atau pasrah saja melihat senyuman Wanita Bergaun putih itu.
















Kisah ini mungkin berakhir tapi Misteri Kontrakan dan Lani masih terus berlanjut, hanya saja kisah lainnya terdapat di judul yang berbeda, TAMAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar